Sabtu, 24 Oktober 2015

Ialah rindu yang memanjangkan doa,
ialan gundah yang menundukkan kepala,
kepada hari-hari yang mulai membuatku lupa,
disibukkan pada kewajiban sang pencinta ilmu..

langkah kaki mengawali setiap hari menuju tempat aku bertemu para penebar ilmu
menjadikan angkot, stasiun dan kereta sebagai perjalanan panjang setiap harinya.
Langkahku banyak agar sampai menuju tujuan,
tanganku kokoh untuk bertahan dalam goncangan KRL,
ayunan pasti melewati jembatan penyebrangan..

ialah perjalanan aku menemukan,
sang lansia duduk tak berdaya dengan kalengnya..
Sama tak berdayanya aku melewati mereka, melewati, nenek, kakek, anak kecil yang menghabiskan harinya di jembatan bersama sang nenek sebagai peminta-minta, melewati banyak kecacatan mulai dari mata hingga kaki yang luka tak berbentuk lagi jari jemarinya..
disana potret masyarakat sakit yang kutemukan, tapi mereka tak berdaya...jangankan pengobatan, mungkin mereka berharap bisa makan.. sama tak berdayanya pada aku yang hany bisa melewatinya sambil sesekali menahan air mata dan sesak di dada..

Ialah ketidakberdayaan yang membuat kadang langkah ini melemah...

Senin, 17 Agustus 2015

Perjalana Bolang Mongondow Utara

Inilah hamparan indah bumi...aku berada ditengah hamparan bukit terbentang, hijau dengan samar kebiruan...birunya lapisan langit sebagai tanda jarak yang tak dekat utk meraihnya...disini aku berada, diantara bukit, langit, pepohonan dan pantai dengan lapis2 warna biru yang menyatu dengan birunya langit...lalu diujung kejauhan terlihat pulau kecil diujung sana...timbul rasa ingin menujunya...lalu kutatap seluruh hamparan itu, MasyaAllah...indah sangat indah...bagaimana bisa aku melihat yang lebih indah dari ini, ingin menetes air mata haru biru melihat kebesaran Mu..Allah...aku mencintai-Mu...aku semakin mencintai -Mu...begitu indah Kau ciptakan ini semua, lalu...manusia mungkin berlaku tak sepantasnya, hingga aku pun harus melihat kekumuhan , kotor dan berantakan di kotaku...aaah...indah...indah sekali kawan...bolehkah aku terus menuju tanah ciptaan Mu selanjutnya? Menemukan keindahan2 yg membuatku gemetar, hati berdegup, dan malu...
Cintai bumi, selamatkan bumi...karena Allah...

Pengetahuanku ttg Indonesia sungguh seujung kukupun tak sampai...kalian harus melihatnya kawan...ini indah, sangaaat indah...sampai ingin menetes air mata krn takjub...
Tanah perjalanan menuju Bolaang Mongondow..

Fa bi ayyi aalaa irabbikuma tukadziban..

Sejenak melepaskan kekesalan melihat para pengguna FB yg tdk dewasa...
#IndonesiaMerdeka dari kesombongan yang tak berarti..dari komentator ahli retorika dan sok paten...semoga..

Jumat, 10 Juli 2015

Cinta yang telah bertebaran

Merantaulah...lalu temukan rantai-rantai cinta.
Konsekuensi dari merantau ialah rindu yg membendung.
Konsekuensi dari merantau adalah siap berjuang, berjalan sendiri..
Namun jua konsekuensi dari perjalanan itu adalah menemukan cinta di perjalanan itu...hingga akhirnya, selalu berat untuk beranjak menuju destinasi selanjutnya.
Melangkah bersama rantau, memang memiliki konsekuensi. Pun berdiam pd satu tempat memiliki konsekuensi.
Hasil merantau, kita temukan rantai rantai kasih sayang, hingga kadang sulit menjaganya agar tetap terjaga meski sudah tak bersama.
Dari situ aku belajar, untuk selalu berikan yang terbaik pada setiap perjumpaan..karena perjumpaan itu singkat, sayang jika harus tinggalkan bekas atau kisah tak baik tentangnya.
Medan..
Kos adalah rumah kala jadi perantau..teringat ka yeni yg mengajarkan pertama kali menjadi seorang anak kos...sampai ikut sibuk beli pensil jika keluar, klo keluar kesempatan utk titiiiip..hehe

Sampailah dimana isi kos berubah, dengan para junior..disitu saya merasa sedih. Tutup pintu semua,  sibuk sendiri dan jarang sekali utk meluangkan sekedar untuk menyapa..klo ga didatangi mungkin ga jumpa, tapi so sweet waktu perayaan ulang tahun jam 12 malem mereka kasi kue dong hehe..pada mereka aku berterima kasih, belajarr untuk dewasa dan memahami bahwa ada hak orang2 rumah untuk sekedar disapa dan diberikan kehangatan meski kita org sibuk..
Belum lagi kejadian uang kos hilang dan masuk rumah jg sakit, itu bisa jadi satu cerita lagi..

FHQ, gak lama...cuma berapa bulan saja tapi serasa sudah lama jadi bagian fhq. Banyak banget belajar disana, dari masak, tolong menolong, fastabiqul khairat,zuhud, hormat sama guru, mencintai bahasa arab, aaa sulit sih buat aku yg masih begini...tapi bahagia..belum lagi kisah pertengkaran ka eli dan k yon...blm lg si hebring ima, nurul, nuha, riri, k nisa, ezi, ifa, k ais, guru tahsin keren ka yanti...semua yg di fhq berkesan bgt dihati...punya kelebihan yg mmbuat iri..kecintaan mereka pd Al Qur'an.cita-cita hafidzohnya...dan unforgetble bgt, sarapan di depan itu..pk jilbab di rumah, piket masak n blanja, buang sampah, dan kamar depan yang bandel banget...agak lain dari angkatan lain...hehe

Ada juga UKMI fkm...dl nangis2 abis ...sampai akhirnya bisa senyum liat pkmbangnnya...jatuh bangun jaganya..smg tgl terjaga dan smakin terjaga..

UAD...d akhir tahun jd mahasiswa bacm go rmah asal dulu...wlpn mulai lg jd org asing dan jd anggota..ada bbrp yg suka akan pembedaan jabatan, tp prinsipku kita berharga krn kerja2 kita..bukan jabatan..akhirnya bs enjoy dan bertemu teman dan adik yang tulus..di akhir ini yang dulunya orang yang dipercaya justru malah berbalik...dan akhirnya mengenal orang-orang yang baik dan tulus sama saya...

Salapian.ada rindu pada beberapa orang disana..aku memang tak piawai menjaga komunikasi dengan mereka..tapi ada cita utk kembali bjumpa...
Aceh...
Ga nyangka bisa ada kisah cinta disini..
Ada juga rasa haru pada anak2 disini..

Yap..masib banyaak orang-orang yang ingin dikenang...krn langkah ini cukup panjang hingga mencapai usia 23 ini...

Jumat, 03 Juli 2015

Demam REK

Aku hanya ingin menangis...tanpa tahu apa yg kutangisi..
Bisa jadi karena kelalaian demi kelalaian ku yg kusadari..
Bisa jg krn rasa bsalah diri tak berikan yg tbaik
Bisa jg rasa kesal yg memuncak dan tumpah ruah..
Bisa...
Tapi...yang kuyakini...
Demam dan sakit yg kurasakan, krn Allah ingin aku kmbali pada Nya...dr kelalaian dan keabsenan diri...lama tak bsimpuh dalam ketakutan, pengharapan dan kecintaan kpd Nya..
Wahai ruh dan jasad..kembalilah sehat, agar smakin bnyk kebaikan yg bs dilakukan.
Tapi jika msh hrs rasakan, jdkanlahaku org2 yg sabar dan ikhlas...

Sabtu, 20 Juni 2015

Ujian waktu yg lapang

Setelah ujian bbrp tantangan...kini dihadapkan dengan ujian akan waktu yang lapang. Sudah diisi dgn apa sajakah? Waktu berlalu dan penyesalan pun datang...jika aku tidak disibukkn dengan kebaikan maka kini sedang disibukkan dengan apa? Ya...pdhl pekerjaan banyak, tp malah tak menentu ...uring-uringan, tak mampu melawan diri sendiri. Betulal kalau ujian melalui kelapangan itu lbh sulit dari ujian melalui kesempitan.

Waktu bgitu brrhaga saat sempit..tp waktu tbuang bgitu saja saat lapang. Aku hrs mampu dan bersungguh-sungguh agar lulus dlm ujian ini ...agar hidupku produktif dlm kebaikan..mengejar ketertinggalan..

Kamis, 18 Juni 2015

Aceh Yang Mempesona Tak Habis Oleh Tsunami
Sebuah Catatan perjalanan sang peneliti, Siti Khodijah Parinduri

Aceh Utara, merupakan salah satu kecamatan dari bentangan provinsi Aceh yang masih dalam tanda tanya dan memberikan beribu tanya bagi kami, tapi yang kami tau pasti adalah Aceh Utara bagian dari Indonesia. Sebelum berangkat menuju lokasi tujuan, banyak masukan dan persiapan diri terutama mental karena terdapat beberapa wacana yang kami terima. Mulai dari adanya berita di Koran bahwa telah terjadi penembakan terhadap 2 TNI, baru saja terjadi banjir, hingga kasus AUDEK yang juga terjadi penembakan. Betapa Aceh masih sangat menyimpan banyak tanda tanya bagi kami, dan tentunya berada disana adalah jawabannya. Tanah Aceh yang menyimpan kisah tsunami di bulan Desember 2004 silam dan sangat dikenal dengan sebutan Serambi Mekah dalam keistimewaan sistem religinya.
Perjalanan menuju Aceh dilalui melalui Bandara Soekarno Hatta, untuk sampai di Aceh dapat dilakukan dua kali penerbangan, yaitu melalui Jakarta-Medan-Lhokseumawe ataupun Jakarta-Banda Aceh-Lhokseumawe. Jarak tempuh dari Medan-Aceh Utara sama dengan Banda Aceh-Aceh Utara sehingga kami pun memperoleh penerbangan Jakarta-Medan-Lhokseumawe. Bandara pertama yang menjadi tempat transit kami adalah Bandara Kualanamu Medan kemudian perjalanan dilanjutkan hingga sampailah di Bandara Malikussaleh Lhokseumawe. Sebenarnya masih ada cara lain, yaitu dengan jalur darat dari Banda Aceh ataupun dari Medan, yaitu naik bus yang akan memakan waktu sekitar 8 jam dengan ongkos sebesar 100.000 rupiah. Akan tetapi jalur udara pun mampu mempersingkat waktu tiba di Aceh Utara. Turun dari pesawat menyusuri jalan menuju Desa Sawang, bentangan sawah pun menjadi pemandangan segar, jalan yang masih lengang dan situasi jalan anti macet membuat siapa saja menikmati perjalanan.
Tibalah di kecamatan Samudera, kabupaten Aceh Utara. Rumah Pak Geuchik sebagai bekal tujuan sampai di Desa Sawang, turun di Puskesmas Samudera kami sedikit berharap akan ada yang dapat kembali mengantarkan ke alamat yang dituju, tetapi ternyata puskesmas kosong dan petugas piket pun belum hadir, begitulah setiap Sabtu dan Minggu. Setelah menanyakan salah seorang yang juga sedang menunggu temannya di puskesmas, kami pun direkomendasikan untuk menaiki “RBT” atau biasa kita kenal dengan ojek. RBT pun mengantarkan kami melewati beberapa desa di kecamatan Samudera, hingga sampai di Desa Sawang dengan bermodalkan kedai pak Geuchik akhirnya kami pun sampai. Ongkos yang dibayarkan untuk RBT ialah sebesar Rp.15.000 rupiah. Tapi tenang saja, untuk masyarakat ongkos biasanya adalah Rp.8.000 rupiah sampai di Geudong sebagai pusat kota terdekat.

Melihat Aceh Utara dari Desa Sawang
Desa Sawang yang merupakan bagian dari kecamatan Samudera kabupaten Aceh Utara memiliki luas daerah 194764.3460 m2 Jumlah penduduk Desa Sawang sebanyak 367 KK, 1500 penduduk yang merupakan jumlah penduduk terbanyak di kecamatan Samudera. Desa Sawang dibagi menjadi tiga bagian yaitu Sawang Barat, Sawang Timur dan Sawang Tengah, sedangkan rumah Pak Geuchik berada di Sawang Barat.
Perjalanan pun berjalan mulus, hanya bertanya beberapa kali untuk menemukan kedei pak Geuchik Desa Sawang, karena pengendara RBT yang mengantar kami mengetahui lokasi Desa Sawang meski ia bukan warga sekitar. Begitulah paparannya, “kalau disini sudah saling tau jadi cari alamat gak akan sulit” . Aku yang berada di belakang pun tenang dan asik menghirup udara segar dan pemandangan yang membuat wajah secara otomatis akan tersenyum, membuat semakin penasaran pada Desa Sawang dan tentunya menjadi kebahagiaan di sesi awal. Perjalanan pun menyusuri sawah, tambak, rumah-rumah penduduk dan masjid khas Aceh, pengrajin besi pembuat pisau, hewan-hewan ternak yang bebas berjalan dan gerombolan anak-anak yang bersepeda. Rasa penasaran pun semakin membuat kami tak sabar untuk menemukan Desa Sawang, tempat kami mengenal Aceh Utara lebih dalam.


Gambar 1. Tepi jalan menuju Desa Sawang
Sumber : Dokumentasi peneliti

RBT pun berhenti tepat di depan sebuah kedei, untuk memastikannya turunlah kami dan menanyakan dimanakah kedei pak geuchik Desa Sawang? Dan ternyata Pak Geuchik pun menjadi salah satu dari orang yang kami tanyakan, memang penampilannya agak berbeda karena sudah tidak memiliki kumis tebal seperti pertama kali berjumpa, hehe.. Kami pun membayar RBT dan membawa barang-barang ke dalam kedei. Di kedei tersebut hanya terlihat para pemuda dan bapak-bapak yang sedang menikmati rokok sambil berbincang-bincang. Tak lama aku langsung di antar ke rumah Pak Geuchik dan bertemu dengan bu Geuchik serta keluarga. Pak Geuchik merupakan tokoh masyarakat bagi Aceh, biasa kita mengenal dengan sebutan kepala desa, Pak Geuchik memiliki pengaruh besar di desa terutama dalam hal administrasi seperti pengurusan akte, surat-menyurat, dan kegiatan-kegiatan masyarakat. Bahkan dalam program puskesmas pun pak Geuchik turut berperan.
Menyusuri rumah penduduk yang diberi pagar kayu dan tampak beberapa rumah dengan arsitektur rumah bantuan pasca tsunami dari Jepang, yang biasa disebut rumah IOM. Sebagian masyarakat telah membangun kembali rumah dengan menambah luas dan tinggi rumah bantuan tersebut. Rumah IOM ini terdiri dari 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, dapur dan ruangan depan. Begitu juga dengan rumah pak geuchik yang telah dibangun kembali sehingga lebih besar. Selain rumah IOM, disini juga terdapat rumah PMI, yaitu rumah bantuan dari PMI dan masih ada beberapa rumah panggung peninggalan tsunami yang masih bisa diperbaiki kembali.
Desa Sawang dikenal tiga model rumah, yaitu rumah IOM, PMI dan rumah panggung. Namun, rumah panggung sudah tidak banyak lagi, terdapat hitungan jari. Menariknya dari rumah masyarakat Sawang, hampir setiap rumah memiliki tempat untuk duduk-duk yang terbuat dari bambu atau seperti rumah panggung kecil dan memiliki pekarangan serta tanaman. Jauh dari kesan “crowded” tentunya.



Gambar 2. Rumah Pak Geuchik, Rumah IOM yang sudah dibangun menjadi lebih besar.
Sumber: Dokumentasi peneliti.

Bahasa Indonesia Belum Bersahabat
Setelah sampai di rumah pak Geuchik, menjadi awal perkenalan dengan Desa Sawang. Menyapa anak-anak yang sedang bermain ya tentunya dengan pertanyaan pertama pada umumnya yaitu siapa namanya? Namun tanya tak berbalas. Anak-anak pun menghindar dan tertawa. Begitu juga dengan Bu Geuchik yang tak banyak berkata-kata. Hingga akhirnya pak Gechik pun menyampaikan bahwa Bu Geuchik agak kesulitan dalam bahasa Indonesia sehingga akan jarang berbicara dan aku pun tersadar bahwa alasan tak ada reaksi adalah karena bahasa yang tidak dimengerti.
Bahasa Indonesia ternyata masih dirasa sulit oleh bangsa Indonesia sendiri hingga timbul pertanyaan dari kepolosan seorang anak, kenapa seluruh Indonesia tidak menggunakan bahasa Aceh saja. Bahkan jika membandingkan, salah seorang anak mengaku lebih bisa menggunakan bahasa Malaysia karena belajar dari film kartun kesukaannya. Bahasa Etnis Aceh Utara ialah bahasa Aceh Utara, yang berbeda dengan Aceh Barat, Aceh Timur ataupun Aceh Tenggara meskipun dalam etnis Aceh.
Modal kosakata yang harus dipegang adalah “Han jiet bahasa Aceh” yang artinya tidak bisa berbahasa Aceh ataupun “Hana lon Tupu” yang artinya saya tidak mengerti. Ini sebagai senjata saat ada yang memulai percakapan dengan bahasa Aceh Utara. Alhasil, bahasa isyarat dan senyuman sebagai komunikasi. Syukurnya masih ada beberapa yang dapat berbahasa Indonesia meski masih terbata-bata ataupun harus sedikit berpikir saat mengucapkan sebuah kalimat. Hal ini mendorong peneliti untuk mempelajari bahasa Aceh tentunya, pun mendorong masyarakat mempelajari bahasa Indonesia. Bahasa persatuan nampaknya belum kokoh mengakar di bumi pertiwi.
Lalu bagaimana dengan sekolah? Ya, hanya di sekolah lah Bahasa Indonesia digunakan, itupun masih percampuran, belum sepenuhnya menggunakan bahasa Indonesia. Maka, yang telah sekolah hingga SMA tentunya bisa berbahasa Indonesia, atau minimal mengerti. Serta beberapa pemuda yang telah merantau ke Malaysia atau sekitar pulau Sumatera yang biasanya mampu berbahasa Indonesia dengan lancar meski tetap tidak terbiasa.
Timbul kembali pertanyaan, apakah edukasi kesehatan pun dilakukan dalam bahasa Aceh Utara? Ternyata tetap bahasa persatuan lah yang digunakan, bahkan banyak petugas puskesmas pun tidak mengerti bahasa Aceh Utara dan tidak bisa menggunakan bahasa Aceh yang biasa digunakan masyarakat. Hal ini tentu menjadi suatu kekhawatiran bahwa pesan yang disampaikan tidak diterima dengan baik ataupun terjadi miss komunikasi. Dan ternyata memang terjadi.

Antara Kebahagiaan, Kesedihan dan Pengobatan : Sebuah Pembelajaran dari Pantai Sawang
“Jak u pasi…!” begitulah ajakan untuk pergi ke sebuah pantai di desa sawang. Melanjutkan kembali perjalanan di Desa Sawang, kita akan menemukan sebuah keindahan di pagi hari dengan langit birunya dan di sore hari dengan pesona matahari terbenamnya. Kebahagiaan selanjutnya adalah menemukan keindahan Pantai Sawang yang dapat dijumpai hanya dengan berjalan kaki, bahkan jalan menuju pantainya saja sudah memanjakan mata ditambah angin sepoi-sepoi yang bertiup. Indah dan membuat semakin takjub pada penciptaan Nya.


















Gambar 3. Jalan menuju Pantai Sawang.
Sumber: Dokumentasi peneliti




Rekreasi Masyarakat
Pantai Sawang menjadi salah satu tempat rekreasi yang mudah, murah dan mantab. Hari Minggu adalah hari dimana Pantai Sawang ramai oleh pengunjung dan penduduk setempat. Rekreasi yang dilakukan bersama keluarga ini tentunya memberikan kebahagian disela rutinitas harian. Ada yang sekedar berjalan-jalan di tepi pantai, ada yang bermain air, ada yang bermain pasir ada pula yang makan bersama. Kegiatan yang dilakukan tentunya mengundang canda dan tawa. Setelah bermain air, perut pun terasa lapar, jika berjalan ke arah tepi maka akan ditemukan pedagang makanan dan minuman seperti baso bakar, tahu goreng, es kelapa, dan lainnya. Untuk baso bakar dijual seharga Rp.1.000, 00 dan ini juga menjadi jajanan paling banyak diminati.













Gambar 4. Keceriaan anak-anak dan masyarakat sebagai sarana rekreasi di Pantai Sawang.
Sumber: Dokumentasi peneliti.

Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari
Saat berjalan pulang dari pantai, jangan heran ketika menemui sepasang kakek dan nenek yang membawa batang-batang kayu ataupun daun kelapa kering. Setiap harinya beliau membawa batang tersebut yang diambil dari pantai untuk kebutuhan memasak. Masyarakat Desa Sawang memasak dengan menggunakan kayu, daun-daun kelapa kering dan sabut kelapa.



























Gambar 5. Membawa kayu untuk memasak.
Sumber: Dokumentasi peneliti.

Nelayan pun tak ketinggalan, kita akan menemukan kapal-kapal pencari ikan yang baru pulang dari melaut dan membawa ikan untuk makanan sehari-hari. Ikan atau dalam bahasa Aceh disebut uengkot yang paling banyak ditemukan adalah ikan tongkol. Sehingga menjadi makan sehari-hari masyarakat. Ikan ini dijual dengan harga Rp. 5.000 per kilo nya oleh pedagang ikan. Ada juga jala-jala di pinggiran pantai yang digunakan untuk menangkap ikan, udang ataupun kepiting. Namun memang setelah pasca tsunami, tak banyak ikan yang dapat diperoleh nelayan sehingga tak banyak lagi yang menjadi nelayan.

Pengobatan
Pantai Sawang juga menyimpan rahasia kesehatan bagi pengunjungnya. Menjadi obat penghilang jenuh ataupun stress tentu sudah bukan rahasia lagi sehingga sudah menjadi sarana bagi masyarakat untuk mengelola stress dengan datang ke pantai sendiri ataupun bersama-sama. Menguburkan setengah tubuh di pasir juga dipercaya dapat menyembuhkan kelumpuhan atau kaki yang terasa sakit. Salah seorang yang mempercayai hal tersebut memang mengatakan bahwa dahulu ada yang lumpuh bertahun-tahun, namun setelah menguburkan setengah bandannya di pasir, ia pun sembuh. Semenjak itulah menguburkan tubuh di sekitar pantai tersebut dipercaya berkhasiat menyembuhkan kelumpuhan atau baik untuk kesehatan. Menurut yang melakukannya, saat dikubur terasa kaki seperti diremas-remas dan terasa enak di kaki setelah menguburkannya. Salah satu anak yang baru sembuh karena jatuh pun datang ke pantai untuk mencobanya. Anda pun perlu mencobanya Nah, selain digunakan untuk kaki, lumpur digunakan untuk kesehatan kulit dipercaya menghilangkan jerawat dan memutihkan wajah dengan mengusapkan lumpur di pantai ke wajah atau bagian tangan dan kaki.















Gambar 6.Pengunjung yang mempercayai khasiat menguburkan sebagian tubuh di pasir.
Sumber: Dokumentasi peneliti.

Namun bagi masyarakat Aceh, kesehatan merupakan kuasa Allah swt. segala suatu penyakit akan sembuh atas izin Allah. Berdoa menjadi bagian terpenting dari pengobatan, memohon kesembuhan kepada Allah swt. Segala pengobatan yang dimiliki seperti obat gampong, rajah, dan pengobatan medis adalah jalan ataupun usaha yang dilakukan untuk memperoleh kesembuhan itu.

Pantai Sawang dan Tsunami














Gambar 7. Pantai Sawang dalam kesunyiannya.
Sumber : Dokumentasi peneliti.

Di balik keindahan Pantai Sawang yang membuat kita jatuh cinta menyimpan cerita tersendiri bagi masyarakat. Disinilah kembali terkenang kisah 2004 silam yang menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat. Saat bencana dahsyat,yang akal manusia tidak mampu menjangkaunya hingga benar-benar terjadi di depan mata mereka. Kejadian Tsunami 2004 lalu tetap menjadi cerita bagi mereka bagaimana Tuhan telah memberikan teguran atas perbuatan manusia. Desa Sawang yang merupakan penduduk beragama Islam ini pun memiliki teungku yang mengajarkan nilai-nilai Islam kepada masyarakat agar menjunjung nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Peristiwa tsunami menjadi pelajaran berharga sehingga adanya larangan berpacaran di pantai menjadi salah satu upaya pencegahan. Selain itu banyaknya korban yang telah meninggal membuat masyarakat lebih berhati-hati dalam mencegah penyakit kesurupan. Berjalan sendiri ke pantai bukanlah hal yang lumrah bagi masyarakat karena khawatir menjadi kesurupan. Tetapi tetap saja, Pantai Sawang sungguh memberi banyak kisah dan pelajaran. Inilah Aceh Utara, sebuah Desa Sawang yang membuat jatuh cinta. Melalui Pantai Sawang saja kita dapat mengambil banyak pelajaran dari Aceh Utara.














Gambar 8. Pantai Sawang saat terbenam matahari.
Sumber: Dokumentasi peneliti.











Kamis, 21 Mei 2015

Ujian

Saat bperjumpaan dengan siapa pun aku biasa saja...namun lambat laun jadi tidak terbiasa, setelah pertanyaan sudah menikah? Menjadi pertanyaan wajib..
Tak pernah aku berkaitan dengan pacar-pacaran bahkan sahabatku pun enggan bercerita jikalau masalah pria yang dekat dengannya.. Dari kami berlima, akulah satusatunya yang seringkali tak tahu apa-apa tentang percintaan mereka..
Kini, Allah uji...berawal dari diskusi singkat yang kemudian semua perbincangan ternyata menjurus ke arah pernikahan..sampai pada meminta no hp..
Sampai pada pesan-pesan yang asing masuk..
Aaaa ingin katakan jangan ganggu aku, terlalu kasar dan sombong rasanya..hingga akhirnya, selalu ku coba rangkaikan kata yang baik namun ia mampu memahaminya..

Cuma mau bilang terima kasih sudah menyayangi saya, tapi..cobalah cintai Allah lebih..maka siapapun kan menyayangimu kelak, yg akan menjadi pendampingmu..siapa pun dia...

Aku selalu berdoa, Ya Allah..pertemukan aku dengan sebaik-baik imam...yang mengantarku menuju jannah Mu..yg mencintaiku krn cintanya pada Mu..

Senin, 04 Mei 2015

Mereka harapan bangsa..

Allahuakbar....
Ketenang hadir disini, kebersamaan, canda tawa dan keindahan Nya...
Siapa blg tak ada lagi tempat bermain anak2? Di aceh utara tepatnya sawang menjadi tempat pembuktian...disana kan kau temukan sore hari milik bersama..
Anak2 berkumpul dan bermain bersama...tak perlu uang utk membeli CD, membayar internet game online, ataupun perlengkapan utk bermain..kau hanya perlu hadirkan diri dan sebuah bola disana...di hamparan sawah yg gagal panen, berkumpul bersama para gembala yg sedang makan rumput.Tawa dan canda yang lepas kan menghantui diri...aaah alam ini begitu bersahabat....menjadikan kami dalam satu tempat, bersama berlari sesuka hati, bahkan berguling-guling tanpa khawatir..
Inilah sawang, tempat para harapan bangsa memaknai hidupnya,, menjalankan hidupnya, berjuang dalam kesyukuran...bersama-sama...

Rabu, 22 April 2015

Aksi demonstrasi

Hidup Mahasiswa!!
Semboyan itulah yang kembali membakar semangat idealisme mahasiswa.Masih melekat dalam ingatan kita bagaimana mahasiswa membawa perubahan di era 1985 silam.. Tak sedikit darah menjadi bayaran atas perjuangan mahasiswa membela bangsanya, membela masyarakat dari kesewenang-wenangan kaum elit politik. Perubahan dari pergerkan mahasiswa, dari aksi demonstrasi hingga advokasi pun dilakukan. Itulah mahasiswa yang memperjuangkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Kini, apakah gerakan mahasiswa? Banyak mahasiswa yang berdatangan ke kampus membawa buku dalam tas, tapi apakah mereka mengetahui permasalahan rakyat? Tak banyak kini orasi dalam demonstrasi kita dengar, apakah itu tanda negeri kita sudah bebas dr kesewenang-wenangan kaum elit?
Banyak kini lulusan dengan ip memuaskan, banyak yang ingin menjadi dokter..  apakah bangsa ini sudah terdiri dr masyarakat berpendidikan?
Muncul berbagai pertanyaan dalam benak.

Mahasiswa!! Hidup Mahasiswa!! Masihkah iya menggema dalam kata penuh makna..masihkah terdengar bersuara dengan lantang? Pada mahasiswa, masyarakat berpendidikan.. Apakah kini kau telah malu untuk turun ke jalan lalu mengatakan smua itu sia-sia.
Mahasiswa, nama itu begitu indah kau sandang. Aku khawatir kau lupa akan gelar mahasiswa..gelar yang telah membawa Indonesia dalam perubahan besar. Masih setia kah untuk berbuat untuk bangsamu? Untuk hati yg manusia? Utk idealisme yang selalu engkau bawa sebagai mahasiswa.

Orasi dan demonstrasi adalah salah satu sarana perubahan kala itu. Namun sayang, kini hal itu sdh berubah.. Ada yg salah menggunakan demonstrasi, dan ada yang memandang demonstrasi suatu hal yang memalukan dan kesia-siaan..
Semangat juang!!
Aku kasian pada mereka yang belum mmahami makna mendalam dari aksi, dari sebuah penyampaian aspirasi. Jika tak bergabung mengapa harus mencaci. Memberi caci pada mereka yang punya nurani memperjuangkan keadilan..Jika kau punya nyali dan sumbangsih, cukup berbuat dan tunjukkan ..tanpa menghakimi. Semua berawal dari doa, tapi kami tak mau hanya menjadi ahli doa...selain doa, perlu ada aksi nyata sebagai pengorbanan akan cinta..dan kami tdk masalah akan hal itu, kami rela..

Palestina merdeka!!!
Aksi palestina merdeka, hanyalah bentuk kecil penyadaran kpd dunia bahwa kami peduli dan mendukung palestina..
Selain itu, bantuk doa yang tak kan terputus untuk saudara kami di palestina.

Jika aku engkau tanya..Aku tdk pernah diminta utk lakukan aksi, tapi kami sadar bahwa doa kami perlu didukung dengan usaha kami..aku tak ingin hanya berdoa sendiri, aku dan kami ingin sadarkan muslim dan hati nurani dunia bahwa Palestina harus bebas dari penjajahan.
Mungkin baru itu yang bisa kami lakukan kini...
Itu yang kami lakukan, kamu?

Teruntuk yang memiliki pertanyaan ngapain sih aksi2 palestina ..

Selasa, 24 Maret 2015

ACEH

Menjalani hari ke-2 di lhoksukon, memiliki kesan tersendiri. Tinggal di salah satu wisma, yg cukup nyaman namun mmg lingkungan yang kurang mendukung. Hotel tdk dekat dengan pemukiman ramai masyarakat berkumpul sehingga menetap di kamar menjadi pilihan.
Setelah menghubungi beberapa orang, bersyukur ada uluran tangan yang menyambut kami. Seorang gadis yang merupakan penduduk asli lhoksukon datang berkunjung dan kami pun berbincang-bincang. Setelah percakapan kami mengenai maksud.dan tujuan kami mendatangi lhoksukon, kaki ini pun melangkah menuju rumah iin.Selama perjalanan, kuperhatikan dengan seksama lingkungan sekitar. Seketika terlihat banyak anak-anak yang sedang bermain, nampaknya PHBS perlu menjadi perhatian. Setelah itu aku masuk ke rumah membantu iin yang sedang mempersiapkan acara maulid. Dipersiapkan 5 kotak untuk dibawa ke masjid, masing2 kotak terdiri atas nasi yang diberi garam dan dibungkus khusus, ayam dan lauk pauk yang dibungkus plastik, buah, krupuk dan minum. Makanan yang lengkap.
Tak ingin ketinggalan, maka kami pun pergi ke masjid bada magrib. kami pun melihat ternyata sdh dipadati banyak orang. Acara pun dimulai, ceramah dan dilanjut dengan zikir. Ceramah dicampur antar bahasa indonesia dan aceh, sehingga kurang mampu memahami makna ceramah tersebut.
Merasa terkesan dengan budaya membawa makanan dan usai acara selesai dilanjutkan dengan membagikan makana dan makan bersama-sama. Jadi intinya adalah saling tukar menukar makana.

Kamis, 19 Maret 2015

Tentang kesan pertama Aceh

Serambi mekah sebutan negeri ini.
Aceh yang terlihat ternyata tak seperti yang dibayangkan, aceh ternyata memiliki ciri khas tersendiri..ya sedikit banyak menerapkn sistem Islam. Berjalan berdua menjadi masalah, wanita memiliki batas jam malam utk beredar di luar. Memasuki masjid wajib menggunakan busana muslim.Kota Banda aceh tepatnya, menjadi tempat persinggahan pertama yg memberikan first impression utk kami, jarang angkutan umum, jalan yang asri dan situasi yang tenang. Kita pun akan banyak menemukan gadis berbusana muslim. Wah aku semakin kagum setelah mendengar bahwa ada dewan syariah yang patroli untuk mengawasi. Hukum-hukum itu tidak ditulis, namun terbasakan dari norma masyaakat sendiri.

Namun dibqlik itu, Aceh memiliki permasalahan yang berbeda dari kota bebas lainnya. Aceh memperoleh ancaman dari pihak eksternal maupun.internal sendiri. Program Kristenisasi pun menjadi maslah yang sedang dihadapi. Tapi Aceh memiliki prinsip yang kuat, punya nilai-nilai Islam yang terus dijunjung, maka tidak ada rasa takut selama masyarakat punya Tuhan..punya.Allah sebagai pegangan mereka.

Untuk kesan pertama kepada Aceh, serambi mekah cocok disematkan untuk kota yang begitu bersahaja ini.

Senin, 16 Februari 2015

Saat hati berkecamuk

Perasaan campur aduk yang membuat hati berkecamuk, mata berkaca-kaca...
Pada Mu Rabb ku, aku meminta kekuatan untuk tetap tegar dan diberikan keistiqomahan untuk terus berada dalam kerja-kerja dakwah.
Ini adalah kali kedua aku akan meninggalkan ribuan kisah indah di tepat aku pernak menaruh jejak-jejak langkah..dimana hati ini telah begitu cinta, hingga akhirnya...Allah pun menjaga rasa cinta ini agar kadarnya tetap terjaga..Tak melebihi cintaku kepada Nya...
Aku akan terus mencintai setiap kesempatan langkah-langkah yang Allah berikan.

Selasa, 03 Februari 2015

Tentang kecewa

Hari ini tepat pembagian hasil ujian tahsin. Siti ini memang punya kebiasaan buruk, gabisa sdikit berbohong menutup bad mood nya ...ya aku sedih dengan nilai ku, tak maksimal dan sedikit membuat malas belajar...
Ketika itu, aku sama sekali tidak mempersiapkan ujian, ya tentu hasilnya seperti ini.
Setidaknya ini jadi cambuk untuk perbaiki diri.